Menurut segalanya tanpa alasan.
Aku bagaikan patung yang tak punya perasaan,
Hati ini diambil dan dilempar sesuka hati sebegitu sahaja,
Bergaris-garis hirisan di hati yang satu ini,
Seolah-olah hati ini tak punya nilainya,
Tak punya harganya,
Lapuk.
Murah.
Lama.
Tapi,
Hakikatnya aku punya hati!
Aku punya perasaan!
Tapi aku,
Tak berdaya melawan segala ketentuan.
Aku bagaikan patung yang kesepian,
Seolah-olah diri ini tidak punya apa-apa,
Terpinggir sendiri,
Mengenangkan diri ini,
Memberi kekuatan pada diri,
Menahan segala ujian sendiri,
Sabar.
Tenang.
Berbicara sendiri.
Tujuan?
Untuk memberikan semangat pada diri ini.
Untuk memberikan kekuatan.
Hakikatnya aku sering jatuh sendiri,
Menangis.
Bagai bayi yang baru dilahirkan.
Tapi aku tak sesuci bayi itu.
Diri ini kotor.
Kotor! Hina!
Penuh dengan lumpur dosa.
Pernah jatuh dalam lubang jahiliyah.
Yang bahagianya hanya pada dunia semata-mata.
Yang bahagianya hanya sementara, seketika.
Dosa? Tidak terkira tingginya.
Mungkin kalah Bukit Uhud.
Atau mungkin lebih tinggi.
Tapi,
Aku lupa!
Aku lupa tanya pada diri ini.
"Kenapa aku berani buat dosa,
bila aku tahu Allah ada ciptakan neraka?"
"Kenapa aku saja tangguhkan taubat,
bila aku tahu malaikat maut tak pernah lewat?" -Mato
Kuis dinding.
Terasa pipi ini dilempang semahu-mahunya tanpa henti.
Kaku.
Diam seribu bahasa.
Bila tiada apa yang dapat aku katakan lagi.
Kalah dalam bermonolog sendiri.
Kalah dengan semua benda.
Bisu.